Monday, June 16, 2014

pernyataan yang terlambat

PERNYATAAN YANG TERLAMBAT Selesai bekerja, Karen beristirahat di bangku taman Ueno sembari membaca novel kesukaannya. Ia bekerja sambilan sebagai pemandu wisata di taman Ueno, Tokyo, Jepang. “Lucy pun memeluk Aslan.. eh?” gumam Karen saat membaca The Chronicles of Narnia: The Voyage of The Dawn Treader. Ia berhenti membaca novelnya itu saat mendengar sebuah alunan gitar akustik yang memainkan instrument Depapepe – Canon. Ia mencari arah sumber suara itu. Lalu ia melihat seorang pria mengenakan hoodie hitam sambil memainkan gitarnya. Ketika ia sedang memperhatikan pria itu, mata mereka bertemu satu sama lain. Pria itu tersenyum pada Karen. Karen jadi salah tingkah sendiri. Kemudian Karen memutuskan untuk pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, Karen terus memikirkan pria dengan hoodie hitam itu. Senyum dan tatapan ramah pria itu masih terngiang-ngiang di otaknya. “Hhh.. doushita yo? Dia orang asing. Tak perlu difikirkan!” kata Karen pada dirinya sendiri. Namun, kenyataannya berbeda. Karen justru tersenyum saat ia membayangkan senyum pria yang mengenakan hoodie hitam tadi. Keesokkan harinya, Karen berangkat ke sekolah tercintanya, Hirokoshi gakuen. Teman sebangkunya nampak kebingungan melihat tingkah Karen yang nampak lebih ceria dari biasanya. “Karen, daijoubu desu ka? Senyam-senyum sendiri dari tadi. Ada apa?” tanya Saki. “Daijoubu. Lagi seneng aja” jawab Karen “Cerita dong” “Unn. Jadi begini…” Lalu Karen pun menceritakan tentang pria ber-hoodie hitam itu. “Eh? Jadi Karen suka sama cowok itu? Pandangan pertama? Sugoooiii. Terus, kapan mau menyatakan perasaan?” Tanya Saki heboh “Arienai. Mengobrol saja tidak pernah. Bagaimana mau menyatakan perasaan bodoh seperti ini?” “Sou ka.. kenalan saja” usul Saki. “Ehhh?” Akhirnya, saat pekerjaannya sebagai pemandu wisata di Ueno Park selesai, ia kembali ke bangku tempat biasanya duduk istirahat. Ia mencari sosok pria ber-hoodie hitam itu. Ketemu. Ia memberanikan diri untuk memberikan seulas senyum ramah dari sudut bibirnya. Betapa senangnya hati Karen. Pria berhoodie itu membalas senyumnya. Tapi sayang, Karen hanya berani untuk memberikan seulas senyum saja pada pria berhoodie itu. Setiap hari Karen selalu memberikan senyuman pada pria berhoodie itu. Setiap hari pula pria berhoodie itu membalas senyumnya. Namun tak pernah ada kemajuan. Karena Karen terlalu takut untuk hanya sekedar menyapa dan mengobrol saja. Sampai akhirnya pria berhoodie itu menghampiri Karen yang sedang membaca novel. “Summimasen” kata pria berhoodie itu Karen terkaget melihat pria berhoodie itu berdiri di hadapannya. “Eh? Oh. Iya. Ada apa ya?” tanya Karen salah tingkah Pria berhoodie itu terkekeh melihat Karen yang salah tingkah. Lalu, pria berhoodie itu duduk di sebelah Kaen. “Wah, ternyata kalau dilihat dari dekat lebih manis ya. Hajimemashite. Bokuwa Kanata desu. Yoroshiku.” kata pria berhoodie itu yang bernama Kanata. Wajah Karen merona merah. “Atashiwa Karen desu. Yoroshiku” jawab Karen malu-malu. “Kawaii desu” “Eh?” kata Karen bertambah tersipu malu. “Dengarkan. Aku punya lagu untukmu” kata Kanata lalu mulai memetik senar gitarnya. Perlahan, Kanata mulai menyanyikan lagu yang ia persembahkan untuk Karen. You’re my precious baby ito shi ku te Can’t stop thinking of you kimi dake Kokoro no man naka ni iru kara everyday, everytime, forever Zutto I will love you forever (NewS – Forever) Karen dibuat tersipu malu olehnya. Karen merasa bahwa ia adalah orang yang special untuk Kanata. Terlihat, bunga-bunga sakura mulai bermekaran. Demikian juga dengan perasaan Karen terhadap Kanata. Hari demi hari mera jalani bersama, di tempat yang sama, dan waktu yang sama. Namun, belum ada pernyataan perasaan oleh keduanya. “Karen, lihatlah kesini” ajak Kanata menuju sebuah pohon. Karen pun mengikuti Kanata. “Ada apa?” tanya Karen “Tadaaa” kata Kanata sambil menunjuk ke batang pohon yang bertuliskan ‘KK’ sembari tersenyum manis “KK?” tanya Karen “Kanata Karen. Kenangan antara kita nggak akan pernah hilang. Karena sudah terukirkan disini” jawab Kanata tak lupa disertai senyumnya yang manis Senyum Karen mengembang. Betapa bahagianya ia sekarang. Karen fikir, bahwa ia punya harapan untuk menjalin hubungan dengan Kanata. Semenjak Kanata muncul di kehidupannya, hidup Karen bagaikan lagu-lagu bernuansakan cinta. Saat itu, Karen berjanji. Ia akan menyatakan perasaannya pada Kanata keesokkan harinya. Namun tuhan berkehendak lain.. Kanata tak berada di tempat biasanya. Karen justru mendapat sepucuk surat dari Kanata yang dititipkan lewat penjaga stand mie ramen langganan mereka. Dear Karen, Karen. Maaf, aku nggak bisa menemani hari-harimu lagi seperti dulu. Aku harus pergi. Aku tak akan pernah melupakanmu. Aku pergi ke suatu tempat yang jauh. Karen.. Suki dakara. Kiitto wasurenai. Demo, kau harus tetap ceria walau aku nggak ada di sampingmu Kanata Pupus sudah harapan Karen. Ia menangis sejadi-jadinya. Tak menyangka bahwa kanata akan pergi menghilang begitu saja. Ia berlari menuju pohon kenangan antara dirinya dan Kanata. “Akankah ini maksudmu kemarin? Kau menuliskan nama kita disini. Agar kenangan kita akan terus teringat. Apa gunanya jika kau tidak ada? Apa gunanya pernyataanmu kalau kau tak ada? Kanata, aishiteru yo” kata Karen sambil menangis berlutut di depan ukiran yang dibuat Kanata tempo hari. “Seandainya aku sudah menyatakan perasaan ini sejak dulu, Kanata tidak akan meninggalkanku. Kembalilah! Kembalilah Kanata! Aishiteru yo” tangis Karen makin menjadi. Angin berhembus menerbangkan sakura-sakura yang berguguran. Kini, kesedihan Karen ditemani oleh sakura-sakura yang gugur. Sama akan hati Karen yang kini hancur. Menyesali pernyataan yang terlambat. Pernyataan yang seharusnya telah ia ucapkan sejak dulu pada Kanata.

No comments:

Post a Comment