KELOMPOK:
ACHMAD ARIFIN
INDRA DWIGUNA
LINDA JAYANTI
SHINTA A. AYUNINGTYAS
KELAS :
4KA49
Nilai-nilai Dalam Tradisi Pernikahan
Adat Bali
Tahapan dan Pelaksanaan UpacaraAdat Bali
• Menentukan Hari Baik
Setelah sebelumnya keluarga calon mempelai pria datang untuk meminang atau
dalam bahasa edua belah pihak keluarga beranjak untuk memilih waktu yang tepat
untuk menikahkan kedua putra putri mereka. Warga Bali yang sangat religius,
mempercayai hari baik untuk melaksanakan pernikahan. Dimana hari baik yang
telah disepakati tersebut, menjadi hari bagi calon mempelai wanita untuk
dijemput dan dibawa ke rumah calon mempelai pria.
• Ngekeb
Sama halnya dengan ritual siraman pada adat Jawa, dalam adat
pernikahan Bali pun mempunyai tradisi demikian. Perbedaannya, sebelum siraman,
calon mempelai wanita dilulurkan oleh ramuan yang terbuat dari daun merak, kunyit,
bunga kenanga dan beras yang telah ditumbuk halus, serta air merang untuk
keramas. Persiapan ini sebagai bentuk menyambut hari pernikahan keesokan
harinya. Selain persiapan secara lahiriah, mental atau batin pun perlu
persiapan dengan memperbanyak doa kepada Sang Hyang Widhi agar menurunkan
kebahagiaan dan anugerah-Nya. Dalam menjalani ritual ngekeb, calon
mempelai wanita dilarang untuk keluar dari kamar mulai sore hari hingga
keluarga calon mempelai pria datang menjemput.
• Penjemputan Calon Mempelai Wanita
Sesuai tradisi, perayaan pernikahan tidak diadakan di kediaman pihak wanita
seperti kebanyakan daerah, tetapi dilaksanakan di kediaman pihak laki-laki. Itu
sebabnya mengapa calon mempelai wanita dijemput. Namun, sebelum dijemput untuk
dibawa, calon mempelai wanita telah diselimuti kain kuning tipis mulai dari
ujung rambut hingga kaki. Kain kuning yang membungkus calon mempelai wanita
diibaratkan bahwa mempelai wanita telah siap mengubur masa lalunya sebagai
lajang untuk menyongsong kehidupan baru, kehidupan berumah tangga.
• Mungkah Lawang (Buka Pintu)
Sedikit mirip dengan upacara buka pintu dalam adat Sunda, perbedaannya
terletak pada orang yang mengetuk pintu. Jika dalam tradisi Sunda orang yang
mengetuk pintu calon mempelai prianya, tetapi dalam adat Bali ada seorang
utusan yang disebut mungkah lawang yang bertugas mengetuk pintu kamar
calon mempelai wanita sebanyak tiga kali. Kedatangan mempelai pria juga
dipertegas dengan tembang yang dinyanyikan utusan mempelai pria (malat). Syair
yang ditembangkan berisikan tentang kehadiran mempelai pria untuk menjemput
mempelai wanita. Kemudian tembang balasan yang dilantunkan malat dari
pihak wanita terdengar yang mengatakan bahwa mempelai wanita telah siap untuk
dijemput. Mendapat lampu hijau, calon mempelai pria pun membuka pintu setelah
diizinkan dan dipersilakan oleh keluarga pihak wanita. Calon mempelai wanita
digendong menuju tandu untuk segera dibawa ke kediaman keluarga pria tanpa
didampingi kedua orang tua mempelai wanita, tetapi seorang utusan ditunjuk
untuk menyaksikan upacara pernikahan.
• Mesegehagung
Ritual mesegehagung merupakan upacara khusus menyambut mempelai
wanita. Setibanya di kediaman mempelai pria, kedua mempelai diturunkan dari
tandu untuk bersiap menghadapi prosesi mesegehagung. Sekali lagi,
kedua mempelai ditandu menuju kamar pengantin. Kain kuning yang masih
menyelimuti tubuh mempelai wanita akan dibuka oleh ibu calon mempelai pria dan
ditukar dengan uang kepeng satakan (kepeng sebutan untuk mata uang
pada masa lampau) senilai dua ratus kepeng.
• Mekala-Kalaan (Madengen-Dengen)
Dengan dipandu oleh pendeta Hindu, prosesi mekala-kala dimulai tepat
saat bunyi genta bergema. Pelaksanaan mekala-kala harus sesuai dengan
tahapan-tahapan berikut ini.
- Menyentuhkan Kaki pada Kala Sepetan
Upacara mekala-kala bertujuan untuk menyucikan dan membersihkan diri
kedua mempelai. Mempelai pria memikul tegen-tegenan sementara mempelai
wanita membawa bakul perdagangan, lalu keduanya berputar sebanyak tiga kali
mengelilingi sanggar pesaksi, kemulan, dan penegteg. Keduanya
diwajibkan menyentuhkan kaki pada kala sepetan.
- Jual Beli
Bakul yang dibawa oleh calon mempelai wanita tersebut kemudian akan dibeli oleh
calon mempelai pria. Kegiatan tersebut merupakan analogi dari kehidupan berumah
tangga yang harus saling melengkapi, memberi dan mengisi, hingga meraih tujuan
yang diinginkan.
- Menusuk Tikeh Dadakan
Calon mempelai wanita telah bersiap memegang anyaman tikar yang terbuat dari
daun pandan muda (tikeh dadakan). Sedangkan calon mempelai pria memegang keris,
siap menghunuskan tikeh dadakan dengan kerisnya. Menurut kepercayaan
umat Hindu, tikeh dadakan yang dipegang calon mempelai wanita
menyimbolkan kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni), dan keris milik
calon mempelai pria perlambangan dari kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan
lingga).
- Memutuskan Benang
Sebelum memutuskan benang, kedua mempelai bersama-sama menanam kunyit, talas
dan andong tepat di belakang merajan atau sanggah (tempat
sembahyang keluarga), sebagai wujud melanggengkan keturunan keluarga. Baru
setelah itu, memutuskan benang yang terentang pada cabang dadap (papegatan)
yang menganalogikan bahwa kedua mempelai siap menanggalkan masa remaja untuk
memulai hidup berkeluarga.
• Upacara Mewidhi Widana (Natab
Banten Beduur)
Pelaksanaan prosesi ini berlangsung di dalam pura keluarga pihak pria yang
dipimpin langsung oleh pemangku sanggah serta diantar pinisepuh.
Diselimuti suasana syahdu, kedua mempelai berdoa menyampaikan kehadiran
keluarga baru kepada leluhur untuk melanjutkan keturunannya.
• Upacara Mejauman (Ma Pejati)
Dalam aturan adat Bali, wanita yang sudah menikah akan mengikuti suaminya.
Maka, untuk menghormati leluhur keluarga, diadakan upacara untuk memohon pamit
kepada leluhur mempelai wanita yang disebut upacara mejauman.
Kedatangan mempelai wanita untuk menjalani upacara tersebut didampingi keluarga
mempelai pria yang membawa serta berbagai penganan tradisional berwarna putih
dan merah, kue bantal, apam, sumping, kuskus, wajik, gula, kopi, buah-buahan,
lauk-pauk dan lain sebagainya.
Simbol-simbol
upacara adat bali:
1. Sanggah Surya
Di
sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan
sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang
Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang
Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang
Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa
kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.
Kulkul
berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi
sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol
pengantin wanita.
2. Kelabang Kala
Nareswari (Kala Badeg)
Simbol
calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta
diduduki oleh kedua calon pengantin.
3. Tikeh Dadakan (tikar kecil) & Keris
Tikeh
dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari
wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai
simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni) dan Keris sebagai kekuatan
Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria.
Biasanya
nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari
pengantin pria.
5. Benang Putih
Dalam
mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12
bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing
dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.
Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita
dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan
otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan
upacara penyucian tersebut.
Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan,
berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dari
Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
6. Tegen -
tegenan
Makna
tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan
niskala.
Perangkat tegen-tegenan :
- batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal
tebu ruas demi ruas, secara manis.
- Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma
berdasarkan Dharma
- Periuk simbol windhu
- Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
- Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
7. Suwun-suwunan
(sarana jinjingan)
Berupa
bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan
bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang
diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit
yang kecil berkembang menjadi besar.
8. Dagang-dagangan
Melambangkan
kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung
segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar
penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
9. Sapu lidi (3
lebih)
Simbol
Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain,
isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan
kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan
pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan
dan kehidupan rumah tangga.
10. Sambuk
Kupakan (serabut kelapa)
Serabut
kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup
kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut
kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu
simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung
sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin
wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara
cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan
penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut
kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
11. Tetimpug
Bambu
tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan
dari Sang Hyang Brahma.
Bali disebut memadik atau ngindih,
k
http://www.academia.edu/9108034/Upacara_Perkawinan_Adat_Bali