Monday, October 3, 2016

Ilmu Sosial Dasar 2

Kunjungan kerja Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir ke kawasan Indonesia Timur berlanjut ke daerah Merauke yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Selama di kawasan perbatasan Indonesia bagian timur ini, Menristekdikti mengunjungi Universitas Musamus Merauke.
Sejumlah pejabat terkait ikut mendampingi Menristekdikti. Antara lain Dirjen Kelembagaan Iptekdikti Patdono Suwignjo, Direktur Kemahasiswaan Didin Wahidin, Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Nada Marsudi,  Rektor Universitas Cenderawasih Onesimus Sahuleka, dan Ketua Kopertis XIV wilayah Papua Simbiak.
Kedatangan rombongan Menristekdikti tersebut disambut hangat oleh Rektor Universitas Musamus Philipus Betaubun, Bupati Merauke,  Staf Ahli Dewan Perwakilan Daerah, dan sejumlah pejabat terkait lainnya.
Saat kunjungan kerja di Universitas Musamus Merauke, Menristekdikti didaulat memberikan kuliah umum dengan materi bertema ‘Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM)’.  Saat berdialog dengan mahasiswa dan dosen, Menristekdikti kembali mendapat keluhan terkait keterbatasan sarana-prasarana dan dosen.
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Musamus juga memaparkan persoalan senada. Untuk daya tampung gedung di Universitas Musamus Merauke misalnya, kata Philipus Betaubun, sudah tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa. Sebab, semenjak Universitas Musamus menjadi Perguruan Tinggi Negeri, jumlah mahasiswa mencapai 10.302 jiwa. Sementara upaya pembangunan gedung baru sulit diwujudkan akibat keterbatasan dana. Ada upaya pembangunan lima gedung baru, tapi pelaksanaanya terhenti.
Selain menghadapi keterbatasan daya tampung, Universitas Musamus juga menghadapi keterbatasan peralatan laboratorium dan tenaga dosen. Disebutkan, Universitas Musamus sebenarnya sudah memiliki gedung laboratorium, tapi tidak memiliki peralatan untuk meneliti. Untuk itu, dalam kesempatan itu Rektor Universitas Musamus, Philipus Betaubun, memohon perhatian Menristekdikti agar memberikan perhatian kepada kondisi pendidikan tinggi di Merauke. Betaubun berharap ada afirmasi khusus untuk perguruan tinggi di daerah perbatasan.
Saat menanggapi hal ini, Nasir menegaskan bahwa perguruan tinggi di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (3T) memang memerlukan keberpihakan khusus.
Kedatangan Nasir di Universitas Musamus merupakan bagian dari upaya Kemristekdikti dalam mendorong kemajuan pendidikan di wilayah perbatasan. Setelah dari Papua, Nasir direncanakan akan mengunjungi perguruan tinggi di perbatasan Indonesia dan Filipina, dan daerah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.
Pada kesempatan tersebut, Nasir juga mengajak para mahasiswa dan dosen untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di wilayah Indonesia Timur. Harapannya, kebutuhan tenaga kerja dalam pembangunan Blok Masela nanti dapat dipenuhi para tenaga kerja dari Indonesia Timur sendiri seperti yang diharapkan Presiden RI Joko Widodo.

Sumber: http://dikti.go.id/dorong-kemajuan-pendidikan-di-wilayah-perbatasan/

Ilmu Sosial Dasar 1

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu bagian wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan berada kurang lebih 40 km dari pusat ibukota Propinsi DIY.

Wilayah Gunungkidul mempunyai potensi bencana alam,terutama berkaitan  dengan bahaya geologi yang meliputi :
– Gerakan tanah/batuan (longsor) dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng  Pengunungan  Selatan  Gunungkidul (sering terjadi).
– Bahaya  kekeringan  berpotensi  terjadi  di wilayah  Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya kawasan karst.
– Bahaya  tsunami,  berpotensi  di  pantai  selatan  Gunungkidul, khususnya pada elevasi kurang dari 30 m dpl.
– Bahaya gempa bumi tektonik berpotensi di tumbukan lempeng dasar Samudra Indonesia di sebelah selatan Gunungkidul.
– Bahaya angin puting beliung, berpotensi terjadi di seluruh wilayah Gunungkidul (sering terjadi)

Budaya gotong-royong masih cukup tinggi pada hampir semua kelompok masyarakat baik di peedesaan maupun perkotaan. Budaya gotong royong sangat nampak ketika masyarakat kerja bakti untuk membangun wilayah desa atau membangun tempat tinggal.
Budaya ‘mboro’ ke kota untuk mencari pekerjaan sangat Nampak pada daerah-daerah tertentu terutama di pedesaan, sehingga pada musim lebaran akan banyak ditemui warga yang ‘mudik’ ke kampung halaman. Arus migrasi yang dijumpai cukup tinggi pada golongan usia produktif, terutama migrasi ke kota-kota besar (urbanisasi).
Mata pencaharian masyarakat yang agraris maka secara umum mereka juga akan memelihara ternak. Hanya saja sebagian penempatan kandang ternak dan peliharaan unggas sangat dekat bahkan menyatu dengan rumah induk, sehingga tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan resiko penularan penyakit dari ternak/unggas yang dipelihara bisa terjadi. Budaya yang tidak sehat ini perlu menjadi perhatian, karena banyak hal yang melatarbelakangi.
Budaya pernikahan usia dini juga masih dijumpai di beberapa desa. Hal  ini masih merupakan budaya sekaligus menjadi kebanggaan bagi beberapa orangtua bila anak perempuan bisa menikah pada usia muda. Mereka kurang menyadari akan masalah yang bisa timbul yaitu adanya ibu hamil risiko tinggi (Bumil risti), rawan gizi, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi, kematian ibu/bayi, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Trend baru masyarakat adalah bergesernya pilihan moda transportasi darat dari angkutan umum ke kendaraan bermotor roda dua. Hal ini, bila tidak diikuti oleh perilaku berkendaraan yang tertib, maka diprediksi kecenderungan kejadian kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun bisa meningkat. Hal ini akan berpengaruh pada angka kecacatan, kematian, dan memperberat beban pembiayaan kesehatan.
Agama yang dianut oleh penduduk di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari Islam, Kristen, Katolik, Hindhu, Budha dan kepercayaan lain. Agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah Islam (96,54%).

Berdasar Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2008 prosentase penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul sebesar 23,37%. Data dari Askes berdasarkan kuota penduduk miskin untuk Kabupaten Gunungkidul menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebanyak 173.250 jiwa. Sedangkan berdasar data dari BPS tentang rumah tangga miskin di Gunungkidul pada tahun 2007  tercatat 95.722 rumah tangga miskin (RTM) atau 340.635 jiwa miskin. Data dari BPS tersebut telah dikuatkan dengan Keputusan Bupati dan  sampai tahun 2011 masih digunakan sebagai pedoman kuota peserta Jamkesmas. ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, baik kebutuhan pangan maupun non pangan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan perekonomian suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun. PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Gunungkidul tahun 2008 sebesar 5.502.208 juta rupiah meningkat dibanding tahun 2007 sebesar 4.872.124 juta rupiah (PDRB/kapita tahun 2008 8.011.695 juta rupiah meningkat dibanding tahun 2007 7.110.408 juta rupiah) dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian, kemudian disusul sektor jasa.
Kabupaten Gunungkidul memiliki jumlah  penduduk miskin  yang mendapat jaminan kesehatan terbesar di DIY, mencapai  60,9%  dari  total  penduduk. Kepesertaan Jaminan Kesehan Masyarakat (Jankesmas) sebanyak 340.635 jiwa, Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) untuk warga miskin sebanyak 83.000 jiwa. Untuk mengantisipasi masyarakat miskin yang belum mendapat Jaminan Kesehatan, maka Pemerintah Daerah  Gunungkidul menyediakan dana ‘bantuan pengobatan’ bagi pasien rawat inap yang amsih berlaku sampai dengan pertengahan tahun 2011. Syarat-syarat  tertentu diantaranya SKTM (surat Keterangan Tidak mampu) dari Pemerintah Desa setempat, rujukan berjenjang dan KTP serta kartu keluarga beserta rincian biaya perawatan di Rumah Sakit yang ditunjuk.  Dana tersebut disediakan dari Bansos APBD kabupaten, yang pelaksanaannya tetap menggunakan mekanisme APBD sehingga dipakai mekanisme. Reimbursement. Dalam perkembangannya, untuk membantu biaya kesehatan penduduk Kabupaten Gunungkidul, mulai pertengahan tahun 2011 telah dikembangkan Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta).
Berkaitan dengan ekonomi dalam keluarga, hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) di Gunungkidul menunjukkan bahwa perilaku penggunaan anggaran rumah tangga yang dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi pangan sebesar 55.05% dan konsumsi bukan pangan sebesar 44.95%. Sedangkan dalam buku Gunungkidul dalam Angka yang terbaru yaitu tahun 2010, pengeluaran pangan 52.8% dan non pangan 47.2%. Hukum Engel menyatakan bahwa dengan meningkatnya tingkat pendapatan penduduk, maka porsi makanan akan semakin berkurang. Hasil tersebut menunjukkan masyarakat masih belum sejahtera, karena makin sejahtera masyarakat, konsumsi non pangan akan lebih tinggi dari konsumsi pangan.
Biaya pangan tersebut seperlimanya dibelanjakan untuk konsumsi jenis padi-padian. Pola pembelanjaan yang lebih cenderung untuk keperluan pangan disini mengindikasikan status ekonomi yang mesih rendah. Pola menu disajikan, dengan melihat perilaku pembelanjaan pangan tersebut cukup baik meskipun konsumsi proteinnya relatif kurang memadai.

Sumber: http://dinkes.gunungkidulkab.go.id/about/